Apa yang dimaksud dengan Jurnalisme warga? Sebagian besar dari kita pasti akan mengemukakan pendapat yang berbeda tentang Jurnalisme Warga. Dalam pengertian sebenarnya , Jurnalisme Warga yaitu suatu kegiatan partisipasi aktif yang dilakukan oleh masyarakat dalam kegiatan pengumpulan, pelaporan, analisis serta penyampaian informasi dan berita yang dapat disebar luaskan melalui berbagai macam media, seperti media cetak, Tv, radio, serta internet.
Misalnya dalam media Tv itu sendiri masyarakat luas dapat mengetahui beragam informasi melalui adanya acara berita, wawancara, dan talkshow (Ruang public), sedangkan adanya opini, surat pembaca, tajuk rencana, dan iklan (Ruang privat) dapat tersedia dalam media cetak untuk masyarakat luas.
Ditandai dengan munculnya internet (media online) adalah salah satu kelahiran dari Jurnalisme Warga, Sebab melalui media online ini seseorang dapat berperan sebagai penulis lepas, tidak terikat, bahkan tidak harus tunduk pada aturan-aturan ketat jurnalisme. Hal ini merupakan kesempatan bagi setiap orang, apalagi yang memiliki hobi menulis, untuk menyalurkan aspirasinya melalui tulisan yang dimuat di blog, forum, mailing list dan media online lainnya.
Jurnalisme Warga adalah bentuk jurnalisme yang murni, karena tidak dipengaruhi oleh pihak-pihak tertentu seperti yang terjadi di dunia jurnalisme konvensional. Seseorang yang ingin menjadi jurnalis atau wartawan tidak bisa sebebas-bebasnya menuangkan pikiran dan idenya karena terikat dengan aturan, prinsip dasar, kode etik jurnalistik , dan nilai berita yang diterapkan di tempat dia bekerja. Terutama wartawan atau jurnalis yang bekerja di satu media yang memiliki kredibilitas tinggi dan ternama, Mereka akan berhati-hati dalam menulis berita, karena ada lembaga yang mengontrolnya.
Tapi hal lain yang menyertai kebangkitan Jurnalisme Warga ini adalah kontrol dan tanggung jawab individu terhadap isi tulisannya. Jika setiap orang bebas menulis dan menayangkan tulisannya tanpa proses pengeditan, siapa yang mengontrol bahwa informasi yang dituliskan itu benar dan tidak merugikan pihak-pihak tertentu yang terlibat? Atau malah sengaja dituliskan dengan maksud-maksud tertentu? Kepada siapa dia bertanggung jawab atas isi tulisannya? Bagaimana kalau apa yang ditulis itu tidak benar dan menyesatkan, misalnya?
Cara yang diterapkan di media-media online saat ini, seperti Kompasiana dan Kabar Indonesia, adalah dengan proses edit oleh redaksi. Redaksi yang menentukan apakah suatu tulisan layak dimuat atau tidak. Di satu sisi, proses kontrol dilakukan oleh pengelola media online tersebut. Di sisi lain, penulis memiliki obligasi moral untuk menyajikan suatu tulisan yang informatif, berbobot dan memberikan manfaat pada pembaca, bukan asal-asalan saja. Tetapi apakah semua orang punya moral obligasi yang sama? Terlepas dari langsung atau tidak langsunya sebuah tulisan dimuat. Ada hal lain yang penting yaitu tentang pihak yang mengontrol bahwa isi tulisan itu benar, seimbang dan tidak merugikan pihak tertentu.
Lalu siapa yang bisa menjadi pihak pengontrol? Di tengah banjir informasi, berita, opini, artikel dalam bentuk apapun termasuk Jurnalisme Warga ini, pihak yang bisa mengontrolnya adalah diri pembaca sendiri. Pembaca perlu melakukan proses pemilahan, pemilihan dan penyaringan. Tidak semua yang ada di internet benar dan bisa dipercaya. Disinilah wawasan pribadi sangat diperlukan. Ini adalah paradoks yang timbul dari kebebasan jurnalisme, di satu sisi wawasan yang cukup diperlukan untuk menyaring banjir berita dan informasi sedangkan di sisi lain banjir informasi diperlukan untuk memperluas wawasan.
* Tantangan Jurnalisme Warga di Indonesia
Cara yang diterapkan di media-media online saat ini, seperti Kompasiana dan Kabar Indonesia, adalah dengan proses edit oleh redaksi. Redaksi yang menentukan apakah suatu tulisan layak dimuat atau tidak. Di satu sisi, proses kontrol dilakukan oleh pengelola media online tersebut. Di sisi lain, penulis memiliki obligasi moral untuk menyajikan suatu tulisan yang informatif, berbobot dan memberikan manfaat pada pembaca, bukan asal-asalan saja. Tetapi apakah semua orang punya moral obligasi yang sama? Terlepas dari langsung atau tidak langsunya sebuah tulisan dimuat. Ada hal lain yang penting yaitu tentang pihak yang mengontrol bahwa isi tulisan itu benar, seimbang dan tidak merugikan pihak tertentu.
Lalu siapa yang bisa menjadi pihak pengontrol? Di tengah banjir informasi, berita, opini, artikel dalam bentuk apapun termasuk Jurnalisme Warga ini, pihak yang bisa mengontrolnya adalah diri pembaca sendiri. Pembaca perlu melakukan proses pemilahan, pemilihan dan penyaringan. Tidak semua yang ada di internet benar dan bisa dipercaya. Disinilah wawasan pribadi sangat diperlukan. Ini adalah paradoks yang timbul dari kebebasan jurnalisme, di satu sisi wawasan yang cukup diperlukan untuk menyaring banjir berita dan informasi sedangkan di sisi lain banjir informasi diperlukan untuk memperluas wawasan.
* Tantangan Jurnalisme Warga di Indonesia
Saat ini, pers berada dalam situasi di mana pengertian wartawan dan media massa mengalami pergeseran penting sebagai akibat dari berkembangnya dual hal, yakni perkembangan jurnalistik dan perkembangan media. Dunia jurnalistik kini telah mengalami perubahan.
Setiap warga, kini, bisa melaporkan peristiwa kepada media. Tren munculnya jurnalisme warga semacam ini tampaknya semakin kuat. Kehadiran jurnalisme warga ini juga telah menjadi tantangan bagi jenis jurnalisme mapan, yang diterapkan media-media konvensional, seperti suratkabar, radio, dan televisi.
Jumlah informasi yang ditawarkan jurnalisme warga akan lebih banyak dan beragam sementaramainstream media terikat dengan jumlah halaman, durasi penayangan, atau durasi penyiaran. Pemilihan terhadap peristiwa atau isu tertentu, mutlak dilakukan karena terbatasnya kemampuan wartawan mainstream media menjangkau semua lokasi pusat berita. Sementara citizen journalism menawarkan perputaran tanpa batas. Tak ada halaman yang mengikat, atau pun durasi yang memusingkan kepala redaksi. Pemberitaannya dapat diakses di masa aja dan kapan saja.
Pada sisi lain, kondisi masyarakat kita yang kurang menyadari terhadap konsep dalam melakukan lompatan dan percepatan penerapan teknologi informasi tersebut membuat potensi media belum secara optimal berfungsi. Bukan hanya soal minimnya penetrasi infrastruktur internet ke lapisan masyarakat, melainkan juga disebabkan oleh ketidakmapuan sumber daya masyarakat kita dalam mengadaptasi perubahan yang cepat.
Pakar ilmu komunikasi Universitas Indonesia Dedy Nur Hidayat tidak melihat kehadiran blog sebagai ancaman serius bagi media massa kini. Juga belum bisa disebut tantangan konvensional yang sekarang ini ada. Blog, situs pribadi atau mailing list hanya efektif dalam kasus tertentu untuk sumber alternatif yang luput dari pengamatan media massa.
Hal senada diungkapkan Septiawan Santana, “Kalau pesaingan, saya kira, bukan wilayahnya. Itu bukan soal pertempuran karena masing-masing punya racikan sendiri, punya produk, punya kualitas, dan punya karakteristik tersendiri. Apakah hasil dari jurnalisme warga lebih bagus daripada hasil jurnalisme media massa yang terlembaga? Belum tentu. Tapi juga apakah produk dari media massa lebih bagus dari jurnalisme warga? Belum tentu juga. Masing-masing punya karakter.”
Jurnalisme warga tidak hadir sebagai saingan, tapi sebagai alternatif. yang memperkaya pilihan dan referensi. Berita tidak lagi dilihat sebagai produk yang didominasi wartawan dan institusi pers. Masyarakat biasa seharusnya masuk dalam ekosistem media sebagai unsur yang aktif berinteraksi.
Adanya citizen journalism ini sendiri bukanlah ancaman bagi media massa konvensional. Media massa konvensional kita beradaptasi terhadap situasi. Masyarakat harus melihat secara kredibilitas berita itu. Corak baru media massa ini menambah khasanah terhadap jurnalisme yang ada selama ini yang mungkin dianggap kaku.
Hal ini wajar karena modernisasi informasi itu memang nanti akan menjadi paperless. Nanti tidak akan lagi menggunakan kertas sehingga informasi itu sudah tercakup di dalam blog-blog itu nanti dapat diakses melalui media selular. Namun, hal ini tidak menjadi ancaman bagi Antara karena kantor berita ini akan tetap akan menjadi sumber inspirasi untuk semua media.
Dekan Fikom Unpad Deddy Mulyana berpendapat, “Saya kehadiran jurnalisme warga ini akan mengurangi eksistensi media massa karena masing-masing punya keistimewan, keunikan, karakteristik sendiri-sendiri. Mungkin untuk sementara waktu terjadi booming jurnalisme warga yang berakibat pada penurunan keinginan warga untuk berlangganan, tapi saya rasa itu hanya untuk beberapa waktu saja. Pada akhirnya masing-masing punya kelebihan.”
Di era seperti ini, mudah bagi setiap orang untuk menulis apa saja dan lebih jauh lagi menggunakan kebebasan menulis ini untuk tujuan tertentu. Tinggal pembaca yang harus dewasa dan pintar-pintar menyaring semuanya ini. Seperti pisau bermata dua. Ada yang sependapat ada yang tidak. Ada yang pro dan ada yang kontra. Inilah dinamika yang mewarnai kemunculan era baru jurnalisme, yaitu Jurnalisme Warga.
No comments:
Post a Comment